Cita-cita*
Setiap manusia pastilah memiliki harapan dan impian, tak terkecuali
adalah anak-anak. Sejak kecil mulai dari sekolah playgroupnya pun
bunda-bunda guru selalu tak jemu-jemunya menanyakan mengenai cita-cita
masing-masing anak dan jawaban hebat pun selalu meluncur dari
bunda-bunda gurunya.Walaupun terkadang cita-citanya berganti setiap
hari, bu guru pun tetap memberikan acungan jempol kepada anak-anak.
Tetapi acungan jempol itu pun tidak berlangsung lama, karena lambat laun
cita-cita itu pun mulai pudar termakan oleh berlalunya waktu. Yang
awalnya cita-cita anak-anak begitu beragam mulai dari seorang dokter,
guru, pilot, presiden, tukang jamu, punya apotek, masinis, sopir
helikopter, kasir, atau jadi siapapun yang dilihatnya setiap hari,
tiba-tiba cita-cita itu mulai mengerucut terutama saat dismu mulai ada
pembagian penjurusan dari ipa, ips dan bahasa. jika mulai timbul
pemikiran bahwa salah satu bidang lebih unggul dari yang lain, walaupun
kenyataannya tidak demikian. Sang anak pun akan mulai bertanya cita-cita
kepada orang tua enaknya masuk jurusan apa ya ma? atau enaknya kuliah
apa ya pa? Mereka seolah-olah lupa saat kecil mereka punya ribuan
harapan dan mimpi, dan sering mendengung-dengungkan cita-citanya pada
bunda gurunya. Tapi saat dewasa mereka seolah tidak berdaya dalam
menentukan cita-citanya karena alasan takut salah dan takut dimarahi
orang tua. Dan orangtua pun tak kalah serunya dalam menitipkan cita-cita
kepada anak, jika ia dulu gagal sebagai arsitek sekarang ia cenderung
meminta anaknya masuk jurusan arsitek atau apabila ia dulu gagal masuk
kedokteran akhirnya ia cenderung baik secara langsung maupun tidak
langsung "memaksa anak-anaknya masuk kedokteran.Demi menyenangkan
orangtua atau demi tidak dimarahi orangtua sang anak pun menuruti
keinginan orang tua dan walhasil terkadang prestasi si anak pun
biasa-biasa saja karena tidak ada gairah dalam mencapai cita-cita
itu.Seandainya setiap orang tua bisa menerima anak-anaknya apa adanya,
dan sibuk melihat potensi anak sejak kecil, pastilah mereka tumbuh
menjadi sdm bangsa yang bergairah dalam mencapai cita-citanya, tidak ada
kata lelah dalam mencapai cita dan berusaha mencapai semuanya dengan
hati, karena ia tumbuh menjadi dirinya sendiri, berpijak pada kakinya
sendiri dan mempunyai konsep diri yang baik dalam hidupnya.Dan menjadi
sdm bangsa yang memajukan bangsa sesuai dengan bidang yang diminatinya.
by *dr vivi spesialis anak cerdas owner rumah cedas
by *dr vivi spesialis anak cerdas owner rumah cedas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar